Filsafat Bahasa Menurut Jacques
Derrida
Menurut Derrida
filsafat dan ilmu pengetahuan pada dasarnya merupakan hal yang sama, karena
keduanya dalam rasionalitas yang sama. Rasionalitas itu tidak lain dari pada
pemikiran barat yang lahir di Yunani dan berlangsung terus menerus sampai saat
ini. Sesuatu yang merupakan ciri khas filsafat barat adalah ‘kehadiran’. Pemikiran
ada sebagai ‘kehadiran’ oleh Derrida disebut juga ‘metafisika’. Menurut Derrida
pandangan tentang kehadiran ini akan nampak jelas apabila mempelajari
metafisika mengenai tanda. Dalam tradisi metafisika bahwa tanda mengahadirkan
sesuatu yang tidak hadir, tanda menggantikan sesuatu yang tidak hadir. Dengan
demikian dalam pandangan metafisika tanda akhirnya selalu menunjuk kepada objek
itu sendiri sebagai hadir, tanda hanya sekedar pengganti yang utnuk sementara
menunda hadirnya objek itu sendiri. Suatu keahadiran bukan merupakan suatu
instansi yang bersifat independen yang mendahului tuturan dan tulisan kita
dalam tanda yang kita pakai. Kata-kata menunjuk kepada kata-kata lain,dan
setiap teks menunjuk juga kepada jaringan teks-teks lain, setiap bagian dalam
suatu diskursus menunjuk kepada bagian-bagian yang lain.
Derrida tidak hanya
menggambarkan maksud teks-teks yang dibacanya secara persis, tetapi juga
mengubahnya menjadi teks yang memiliki makna baru. Dua konsep itu yakni
deskripsi/penggambaran dan transformasi dapat digabungkan menjadi dekonstruksi.
Konsep
dekonstruksi Derrida merupakan suatu perubahan istilah yang sebelumnya pernah
dikatakan oleh Heidegger, yaitu mengenai destruksi. Dalam Sein und Zeit,
Heidegger menganjurkan diadakannya destruksi terhadap konsep-konsep metafisika.
Pendestruksian ini dikhususkan pada metafisika yang sangat setia terhadap
struktur. Tujuannya adalah untuk merenggangkan cara berpikir yang memang sudah
terstruktur ini atau dengan kata lain untuk membebaskan cara berpikir yang
terstruktur. Heidegger ingin manusia berpikir dengan cara pandang yang original.
Konsep dekonstruksi Derrida hampir sama dengan konsep destruksi Heidegger. Namun, Derrida tidaklah kembali pada yang original. Ia menyatakan bahwa segala sesuatu adalah teks. Dengan pandangan ‘teks’ ini, ia menolak tradisi metafisika filsafat barat dalam mengungkap kehadiran pada dirinya yang dinyatakan sebagai kebenaran yang absolut dan ditandai melalui bahasa lisan. Realitas adalah teks dan memiliki ciri berhingga.
Konsep dekonstruksi Derrida hampir sama dengan konsep destruksi Heidegger. Namun, Derrida tidaklah kembali pada yang original. Ia menyatakan bahwa segala sesuatu adalah teks. Dengan pandangan ‘teks’ ini, ia menolak tradisi metafisika filsafat barat dalam mengungkap kehadiran pada dirinya yang dinyatakan sebagai kebenaran yang absolut dan ditandai melalui bahasa lisan. Realitas adalah teks dan memiliki ciri berhingga.
Dalam pandangan filsafat Derrida,
filsafat dan ilmu pengetahuan adalah hal yang sama secara fundamental. Ia
menolak adanya pandangan akan pertentangan filsafat dan ilmu pengetahuan yang
selalu berada dalam kondisi yang satu menyingkirkan yang lain atau yang satu
mencuri tempat yang lain. Memang sekarang ini ilmu pengetahuan lebih
dikembangkan namun itu bukan berarti pengetahuan memojokan filsafat. Mereka itu
dalam kesamaannya berakar dalam rasionalitas. Nah, rasionalitas itulah yang
membuat mereka berada dan dapat berlangsung sampai saat ini.
Dengan berdasar pada rasionalitas, Derrida mengungkap pemikirannya. Ia mencoba mengungkap ada yang dimengerti sebagai kehadiran. Untuk mengujinya ia masuk ke dalam metafisika, tetapi bukan metafisika seperti yang dimaksud filsuf-filsuf modern atau filsuf-filsuf sebelum dia melainkan lewat tanda. Metafisika bagi Derrida merupakan suatu usaha pengulangan untuk menegaskan kehadiran pada dirinya . Kehadiran manusia itu ada karena ada tanda yang dijelaskan dengan bahasa. Dalam tradisi metafisika, tanda menghadirkan sesuatu yang tidak hadir . Tanda hanyalah pengganti sementara hadirnya objek. Dengan tanda, misalnya sebuah nama, dapat menggantikan orang yang tidak hadir ketika namanya disebut.
Dengan berdasar pada rasionalitas, Derrida mengungkap pemikirannya. Ia mencoba mengungkap ada yang dimengerti sebagai kehadiran. Untuk mengujinya ia masuk ke dalam metafisika, tetapi bukan metafisika seperti yang dimaksud filsuf-filsuf modern atau filsuf-filsuf sebelum dia melainkan lewat tanda. Metafisika bagi Derrida merupakan suatu usaha pengulangan untuk menegaskan kehadiran pada dirinya . Kehadiran manusia itu ada karena ada tanda yang dijelaskan dengan bahasa. Dalam tradisi metafisika, tanda menghadirkan sesuatu yang tidak hadir . Tanda hanyalah pengganti sementara hadirnya objek. Dengan tanda, misalnya sebuah nama, dapat menggantikan orang yang tidak hadir ketika namanya disebut.
Kehadiran, bagi Derrida, tidak
bersifat independen atau mendahului tulisan dan tuturan. Kehadiran ada dalam
jaringan yang menunjuk yang satu kepada yang lain, misalnya saja kata-kata
menunjuk kepada kata-kata yang lain, teks menunjuk kepada suatu jaringan
teks-teks lain. Maka tanda bagi Derrida adalah seperti itu, suatu kehadiran
dalam suatu jaringan tanda menunjuk yang satu kepada yang lain. Di sini, ia
secara radikal menolak “logosentrisme ”, yaitu pemikiran tentang Ada sebagai
kehadiran. Dalam hal ini, Derrida memutarbalikan pandangan metafisika, yaitu
tanda dalam rangka Ada sebagai kehadiran. Kehadiran juga harus dimengerti
sebagai sistem tanda.
Kemudian dalam memikirkan tanda, ia
memikirkan tanda sebagai trace (bekas). Trace itu tidaklah mempunyai substansi
dan tidak dapat dimengerti tersendiri, dengan kata lain trace terisolasi dari
segala sesuatu yang lain. Trace dimengerti sejauh menunjuk kepada hal-hal lain.
Maka, trace itu bukan akibat, melainkan sebab. Akibat dari sebab itu adalah
kehadiran. Dengan begitu Ada yang hadir bagi dan pada dirinya disangkal karena
kehadiran adalah akibat dari trace. Tanda selalu mendahului kehadiran, tanda
selalu sebelum objek, dan objek timbul dalam jaringan atau rajutan tanda. Gelas
yang kita pakai tidaklah menunjuk kepada gelas itu sendiri sebagai hadir pada
dirinya melainkan gelas yang menunjuk kepada hal-hal yang lain (sebagai trace).
Selanjutnya oleh Derrida, jaringan atau rajutan tanda disebut “teks” atau tenunan . Baginya segala sesuatu yang ada merupakan teks, segala sesuatu selalu saling tenun menenun dan bersambungan. Tak ada sesuatu di luar tenunan (teks). Maka dengan teks Derrida masuk ke dalam intersubjektifitas karena teks selalu menunjuk sesuatu yang lain (berkaitan). Teks mampu membuka peluang bagi orang-orang yang cerdas untuk menafsirkan dan melampaui berbagai kemungkinan segala sesuatu di dunia ini dalam abstraksi mereka masing-masing sesuai dengan konteks zamannya. Hal ini juga berlaku dengan makna, di mana makna tertenun dalam teks. Makna menunjuk pada sesuatu yang lain. Makna tidak hadir bagi dirinya sendiri. Makna tidaklah melebihi teks atau tak lepas dari teks sehingga tak ada makna transendental (signifie transendental). Itu sama artinya dengan hal yang hadir bagi dirinya sendiri, bukan teks.
Selanjutnya oleh Derrida, jaringan atau rajutan tanda disebut “teks” atau tenunan . Baginya segala sesuatu yang ada merupakan teks, segala sesuatu selalu saling tenun menenun dan bersambungan. Tak ada sesuatu di luar tenunan (teks). Maka dengan teks Derrida masuk ke dalam intersubjektifitas karena teks selalu menunjuk sesuatu yang lain (berkaitan). Teks mampu membuka peluang bagi orang-orang yang cerdas untuk menafsirkan dan melampaui berbagai kemungkinan segala sesuatu di dunia ini dalam abstraksi mereka masing-masing sesuai dengan konteks zamannya. Hal ini juga berlaku dengan makna, di mana makna tertenun dalam teks. Makna menunjuk pada sesuatu yang lain. Makna tidak hadir bagi dirinya sendiri. Makna tidaklah melebihi teks atau tak lepas dari teks sehingga tak ada makna transendental (signifie transendental). Itu sama artinya dengan hal yang hadir bagi dirinya sendiri, bukan teks.
Derrida selalu bertindak lain dari
yang lain. Ia tidaklah mengikuti pengertian para filsuf pendahulunya mengenai
perbedaan tanda dan simbol. Ia menolaknya dan menyatakan bahwa setiap tanda
bersifat arbitrer dan tidak menuntut kodrat seperti adanya. Pandangan akan
simbol yang mempunyai hubungan natural dengan apa yang ditujukannya serta tanda
yang bersifat arbitrer ia kesampingkan. Tanda baginya adalah tanda yang
menunjuk kepada tanda yang lain (gramma). Dengan begitu, ia menyatakan
pemikirannya akan gramatologi. Pemikiran akan gramatologi merupakan penolakan
atas fonetis, yang memprioritaskan tuturan di atas tulisan. Dengan gramatologi,
ia memulai ilmu tentang tekstualitas. Ia memeriksa filsafat bukan dalam hal-hal
yang dikatakan dengan “suara lantang”, melainkan dalam teksnya dalam tulisannya
yang ternyata tidak selalu sama dengan apa yang dikatakan secara eksplisit dan
terang-terangan. Tanda yang bersifat arbitrer dan tidak menurut kodrat
menjadikan Derrida menjunjung tulisan sebagai prioritas. Setiap macam bahasa
menurut kodratnya adalah tulisan. Tulisan itu terlihat sebagai eksterior dari
pikiran karena tulisan itu berfungsi terus walaupun tanpa kehadiran penulisnya.
Sedangkan bahasa lisan hanyalah suatu ekspresi dari pikiran yang hanya bisa
didengar namun di dalamnya juga sudah terkandung logos. Dengan begitu bisa
diartikan bahwa bahasa lisan dipahami sebagai pemikiran tentang Ada sebagai
kehadiran atau pemikiran metafisis karena menurut Derrida ciri khas metafisika
adalah penentuan ada sebagai kehadiran dalam segala pengertian dari kata. Maka
Dekonstruksi Derrida dalam hal ini adalah usaha untuk mengatasi metafisika atau
mengutamakan bahasa tulisan. Dekonstruksi di sini merupakan suatu usaha untuk
membawa tulisan sebagai tulisan ke tulisan (to bring writing as writing to
writing) . Tulisan akhirnya menjadi otonom dan mampu menjadi trace dari
ketidakhadiran. Dan kehadiran dalam bahasa lisan dianggap sebagai suatu ilusi
dan tidak asli. Derrida menjadikan kehadiran atau metafisika sebagai suatu
trace dan bukan lagi suatu kebenaran yang absolut.
Pemikiran akan difference merupakan penekanan yang dilakukan Derrida
untuk memperjelas kesulitan menamakan yang pertama atau yang pusat. Ini adalah
jalan kemungkinan berpikir yang membebaskan tulisan dari interpretasi metafisis
di mana bahasa ditujukan untuk mengekspresikan makna atau kebenaran kehadiran
pada dirinya.
Dalam kamus Prancis kata différer mengandung arti berbeda, bertolak belakang, tidak mempunyai kesamaan (kata kerja intransitif) dan menunda, menangguhkan, mengundurkan waktu (kata kerja transitif) . Kata differance mensubstansikan kata kerja différer dan dengan itu meliputi kedua artinya. Différance sendiri adalah syarat kemungkinan untuk timbulnya konsep atau kata. Maka, différance tidak pernah dapat dijadikan objek ilmu pengetahuan sebab itu tidak tertangkap dengan kehadiran.
Adanya pemikiran tentang différance merupakan suatu keinginan untuk tidak berada dalam metafisika. Dengan kata lain, Derrida berusaha untuk melebihi metafisika, melampaui pemikiran yang ditandai kehadiran. Maka differance itu sebenarnya tidak ada, untuk tidak menguraikannya dalam suasana atau kerangka kehadiran atau metafisis.
Penjelasan lebih lanjut mengenai differance, agar menjadi jelas untuk dipahami, dibedakan menjadi empat arti, yaitu Differance menunjuk kepada apa yang menunda kehadiran. Differance adalah proses penundaan yang tidak didahului oleh suatu kesatuan asli, Differance adalah gerak yang mendiferensiasikan karena differance bergerak dalam oposisi terhadap konsep-konsep, Differance adalah produksi semua perbedaan yang merupakan syarat untuk timbulnya setiap makna dalam setiap struktur, Differance juga dapat menunjukan berlangsungnya perbedaan antara ada dan adaan, suatu gerak yang belum selesai.
Dalam kamus Prancis kata différer mengandung arti berbeda, bertolak belakang, tidak mempunyai kesamaan (kata kerja intransitif) dan menunda, menangguhkan, mengundurkan waktu (kata kerja transitif) . Kata differance mensubstansikan kata kerja différer dan dengan itu meliputi kedua artinya. Différance sendiri adalah syarat kemungkinan untuk timbulnya konsep atau kata. Maka, différance tidak pernah dapat dijadikan objek ilmu pengetahuan sebab itu tidak tertangkap dengan kehadiran.
Adanya pemikiran tentang différance merupakan suatu keinginan untuk tidak berada dalam metafisika. Dengan kata lain, Derrida berusaha untuk melebihi metafisika, melampaui pemikiran yang ditandai kehadiran. Maka differance itu sebenarnya tidak ada, untuk tidak menguraikannya dalam suasana atau kerangka kehadiran atau metafisis.
Penjelasan lebih lanjut mengenai differance, agar menjadi jelas untuk dipahami, dibedakan menjadi empat arti, yaitu Differance menunjuk kepada apa yang menunda kehadiran. Differance adalah proses penundaan yang tidak didahului oleh suatu kesatuan asli, Differance adalah gerak yang mendiferensiasikan karena differance bergerak dalam oposisi terhadap konsep-konsep, Differance adalah produksi semua perbedaan yang merupakan syarat untuk timbulnya setiap makna dalam setiap struktur, Differance juga dapat menunjukan berlangsungnya perbedaan antara ada dan adaan, suatu gerak yang belum selesai.
Differance bagi Derrida juga bukan merupakan suatu
asal usul. Bila demikian, ia akan jatuh pada metafisika. Ia jatuh pada
identitas terakhir yang melebihi semua perbedaan tekstual. Dengan pemikiran ini
ia menolak penjadian différance sebagai suatu makna transendental. Differance
juga menganut tekstualitas, menunjuk pada yang lain. Bagi Derrida tak ada
identitas terakhir di sini. Maka bisa dikatakan bahwa realitas itu menunjuk
pada yang lain dan tidak pernah berhenti atau berakhir. Di sinilah keradikalan
Derrida dalam filsafatnya yang berciri berhingga. Bagi Derrida, tak ada ruang
lagi untuk suatu dimensi tak berhingga.
Ok mbak sudah konek
BalasHapusIya, Terima Kasih Pak.
Hapus