Cari Blog Ini

Senin, 22 Februari 2016

Benang Merah Filsafat



Sudah banyak hal yang kita baca guna mempelajari filsafat, namun masih banyak pula yang belum kita pahami dari apa yang telah kita baca tersebut. Yang sudah dibaca dan dibahas dan yang dipikirkan merupakan unsur-unsurnya, walaupun masih banyak yang perlu kita perlajari dari unsurnya. Hanya seberapa banyak kebutuhan kita untuk mengetahui fisafat itu. Misalnya untuk mempelajari dan memahami filsafat matematika maka tidak perlu memahami matematika tapi bukan berarti hanya sedikit memahami matematika, tapi apabila matematikanya telah mencapai tingkat purna maka akan sangat bagus dalam mempelajari filsafat, orang yang telah purna dalam memahami matematika juga belum tentu bagus dalam merefleksikan filsafatnya karena menjadi tidak fleksibel. Untuk itu dalam mempelajari filsafat perlu merefleksikan banyak hal yang berdimensi dari yang ada dan yang mungkin ada.
Filsafat menggunakan metode hidup, hermenutika merupa metode spiral maka mengulang dan mengembangkan. Modal berfilsafat adalah berpikir kritis, untuk berfikir banyak sekali hubungannya, dapat dilihat dari elegi yang banyak sekali menghubung-hubungkan misalnya menghubungkan antara pikiran dan hati. Oleh karena itu didalam filsafat kita dapat memperbicankan antara yang ada dan yang mungkin ada, ruang lingkupnya dimana kita memikirkannya. Jadi apabila kita berbicara mengenai filsafat matematika maka ruang yang satu dengan yang lain itu saling berpotong-potongan. Satu sisi adalah ruang matematika, satu sisi ruang IPA, satu sisi ruang IPS tapi didalamnya bisa kita berikan dimensi baru yaitu ruang material, formatif dan normatif serta spiritual.
Fungsi karakter matematika adalah mengajarkan tentang kesadaran klasifikasi (menggolong-golongkan), hal ini jika dilihat dari sisi filsfat, mengolong-golongkan adalah kategori. Pengetahuan dan ilmu adalah kategori, tanpa adanya kategori maka kita tidak mampu untuk berpikir dan tidak bisa hidup. Kategori adalah salah satu bentuk dari intuisi ruang, kaitannya dengan para filsuf adalah ketika kita kaji anak-anak S1 ataupun anak SMA belajar filsafat maka yang dibacanya adalah buku-buku filsafat bagian definisi filsafat dan contoh-contoh filsafat yang dibuat oleh para tokoh filsafat (filsuf) walaupun sumbernya merupakan sumber sekunder, tersier dan seterusnya serta tidak perlu sumber primer. Sumber primer misalnya membaca bukunya Plato, membaca bukunya Descrates dan seterusnya. Apabila kita baca pemikiran Plato di dalam buku Pak Marsigit, berarti kita telah membaca sumber sekunder dan seterusnya. Jadi kita sudah belajar filsafat dari perkembangan awalnya, wajar apabila yang menjadi fokus adalah segala benda yang ada diluar dirinya maka akan selalu tertarik segala sesuatu terbuat dari apa, unsurnya apa. Hal ini merupakan awal dimulainya penggalian unsur-unsur, misalnya bumi ini terbuat dari apa, bulan terbuat dari apa dan seterusnya maka muncul lah pemikir-pemikir dengan teori-teorinya. Tahap berikutnya bergeser pada diri manusia sendiri, apa yang disebut baik, buruk, bijaksana, sukses, gagal, berhasil dan seterusnya, kemudian muncul pemiki-pemikirnya atau tokoh-tokohnya.
Setelah itu muncul kepentingan kehidupan sehari-hari, tata negara, dan sebagainya sehingga Palto membuat buku Republika yang berbicara mengenai ketatanegaraan, jadi demokrasi zaman Yunani telah dipelopori, munculnya klan-klan dan lain-lain. Sehingga ketatanegaraan itu dimulai pada zaman Yunani itu, kemudian muncullah pemikir-pemikir yang lain. Antara ide dan kekuatan merupakan pertemuan, jika diibaratkan sama antara pertemuan pikiran dan pengalaman sehingga kekuatan dalam arti bias bisa berdirect, bisa menentukan apa yang diinginkan.
Pemikiran Copernicus merupakan landasan munculnya zaman modern. Perkembangan filsafat terjadi sesuai dengan perkembangan manusia misalnya perang. Perang ini menyebabkan berkembangnya ilmu pengetahuan. peran dari orang islam dalah memelihara filsafat Yunani kuno, yang kemudian bisa dibaca dengan bangsa-bangsa Eropa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar