Cari Blog Ini

Minggu, 02 Desember 2012

Belajar Dari Referensi Primer



Berbagai macam referensi, yang dapat digunakan untuk mengembangkan diri. Jadi jika kita ingin mengembangkan diri, tidaklah semata-mata hanya menunggu perintah tetapi harus memiliki kesadaran dan ikhtiar sendiri. Apabila kita sudah membaca dan memahami sebuah referensi primer karena langsung dari pemikiran Imanuel Kant, itu baru yang dinamakan belajar filsafat.
Pikiran berangkat dari prinsip, ada dua prinsip dari berpikir yakni identitas dan kontradiksi. Pikiran tidak bisa dilepaskan dari pengalaman. Dengan prinsip tersebut, bahwa pikiran tidak bisa dilepaskan dari pengalaman, patuh terhadap hukum-hukumnya. Pengambilan keputusan sintetik dan analitik. Analitik adalah subjek sama dengan predikat. Sintetik adalah subjek tidak sama dengan predikat. Analitik merupakan identitas dan sintetik adalah kontradiksi. Pada setiap pengambilan keputusan, ada dua pengambilan keputusan yakni analitik dan sintetik. Analitik berdasarkan koherensi dan konsistensi, sedangkan sintetik berdasarkan pengalaman atau intuisi empiris. Analitik juga ada intuisi yakni intuisi murni.
Membaca dan tidak mengerti merupakan mitos, tapi jika membaca, mengerti dan bisa memberikan contoh merupakan logos. Jadi apabila kita membaca sebuah referensi tetapi masih belum mampu untuk memahami dan memberikan contoh dari apa yang kita baca, maka itu masih mitos dan sebaliknya disebut logos.
Semua benda berkembang, dikatakan sebagai analitik, disebut analitik karena adanya definisi atau perjanjian. Semua benda mempunyai berat, kita bisa memaknai berat yang berbeda pada setiap benda. Memperoleh prinsip apriori dari pengalaman yang disebut dengan syntetical judgement. Maksud dari syntetical judgement adalah memperolehnya apriori, bahwa orang bisa memperoleh syntetical judgement itu dari pengalaman. Berpikir itu memiliki pengalaman juga, jadi syntetical judgement adalah semua prinsip didalam teori berpikir. Oleh karena itu matematika judgement seharusnya sintetik, berarti berbeda dengan matemtika yang dipikirkan oleh matematika murni. Kesimpulannya adalah ternyata matematika itu adalah sintetik apriori.
7 + 5 = 12, merupakan sintetik karena 7 + 5 tidak sama dengan 12. Ini berarti 7+5 yang dipikirkan oleh Imanuel kant berbeda dengan 7 + 5 nya matemtika murni. 7+5 nya matematika murni itu bebas dengan ruang dan waktu, tapi 7 + 5 nya Imanuel Kant terikat dengan ruang dan waktu yang disebut dengan sintetik. Sintetik karena 7 + 5 tidak sama dengan 12, karena tidak bisa dibuktikan bahwa 7 + 5 itu sama dengan 12.
Ada logika orang awan, ada logika normatif, material, formal dan spiritual. Imanuel Kant membuat logika transenden yakni logikanya para dewa yang isinya adalah kategori, yang dipeoleh dari intuisi. Logika transenden terdapat kategori, ketika kita membeda-bedakan merupakan bagian dari kategori. Kategori ada kategori kuantitas dan kualitas.

Ruang dan Intuisi Menurut Filsafat



Ruang terdiri dari ruang konkret, ruang formal, ruang normatif dan ruang spiritual. Spiritual sendiri terdiri dari spiritual konret, spiritual formal, spiritual normatif dan spiritual spiritual, dst. Ruang material hanya dipahami oleh orang awam atau orang yang masih muda atau anak-anak. Mengetahui dan mengenal ruang secara intuisi. Cara mengekstensikan ruang yakni dengan menggunakan analog, cara mengintensikan yakni dengan abstraksi atau reduksi (tangkap yang masih tersisa). Jika diekstensikan dalam bentuk analog ruang terdiri dari ruang material, ruang formal dan ruang normatif. Ruang normatif adalah ruang didalam pikiran masing-masing orang, jadi jika kita memiliki ruang material, formal, normatif spiritual merupakan ruang normatif (ada dalam pikiran), ruang itu merupakan intuisi. Ruang material sendiri hanya ada pada pikiran, maka intuisi dari ruang adalah intuisi-intusi atau berpikir-berpikir atau metakognisi. Masing-masing dari diri kita memiliki ruang yang ada dan mungkin ada. Ruang itu sendiri merupakan wadah (form) dari isi (substansi) dilihat dari objeknya. Untuk memahami wadah, maka pahami isinya dan sebaliknya untuk memahami isi maka pahami wadahnya. Ruang memiliki sifat dari yang ada adan mungkin ada dan yang ada dan mungkin ada memiliki sifat. Sebenar-benarnya orang berilmu apabila sopan santun terhadap ruang dan waktu, yakni sesuai dengan situasi dan kondisi. Situasi dan kondisi itu sendiri merupakan ruang. Jadi kita memahami ruang karena intuisi. Untuk intuisi keruangan, misalnya geometri.
Kita mengerti dan hidup di dalam ruang dan waktu, kita memahami ruang dan waktu karena intuisi. Ciri-ciri mendefinisikan belum tentu benar, misalnya definisi pagi, bagaimana batasan pagi, siang ataupun malam. Pembelajaran matematika menjadi momok atau hal yang menakutkan karena guru matematikanya tidak mengerti tentang intuisi, jadi belajar filsafat ini merebut kembali intuisi. Intuisi berdimensi dan bermacam-macam, secara garis besar intuisi dibagi dua yakni intuisi ruang dan intuisi waktu, definisi secara aksiomatis ruang sebagai ruang berdimensi-n. Hal ini hanya bisa mengerti pada orang dewasa ataupun orang yang belajar matematika, jadi pada orang awam sulit sekali memahami dan mendefinisikan ruang berdimensi n, untuk mendefinisikan ruang berdimensi 4 saja sangat sulit. Untuk oranmg awam hanya cukup pada ruang berdimensi 1, 2, dan 3. Untuk dimensi 4 tergantung pada siapa yang mendefinisikannya. Didalam filsafat hal itu menjadi sangat mungkin, karena didalam filsafat menjangkau bidang matematika. Dalam ilmu pendidikan dikatakan klasifikasi dan dalam filsafat dikatakan kategori maka karakter  matematika salah satunya adalah terampil menggolong-golongkan, karakter filsafat adalah memahami kategori, kategori adalah ruang, maka ilmu merupakan kategori, tiada ilmu tanpa adanya kategori, sehingga setiap oranng memiliki kategori masing-masing tegantung ruang dan waktunya sesuai dengan standarnya.
Antara pikiran satu dengan pikiran yang lain ada yang sama yakni karakter-karakter ruang dan waktu. Jika seseorang mampu membentuk sistem berpikir dalam pikirannya maka orang lain juga mampu untuk membentuk sistem berpikirnya. Maka ada wadah dan isi yang sama antara pikiran satu dengan yang lain disebut dengan isoformisme, dan dalam membangun sistem berpikir tersebut disebut arsitektur. Maka terdapat pola-pola dan hubungan antara pikiran yang satu dengan pikiran yang lain. Ada lebih dari interaksi yakni kegiatan menembus ruang yang satu dan menembus ruang yang lain. Yang menembus ruang dan waktu adalah diri sendiri yang berdimensi. Diri  secara material adalah diri yang konkret, diri secara formal adalah tulisan dan diri secara normatif adalah pikiran dan diri secara spiritual adalah doa dan amal perbuatan. Maka menembus ruang dan waktu adalah seberapa jauh doa diterima, sehingga dapat dilihat dari kemampuan berdoa, ukurannya adalah keikhlasan masing-masing. Yang ditembus adalah ruang dan waktu yang ada dan mungkin ada. Yang ada dan yang mungkin ada didalam waktu adalah yang berurutan, berkelanjutan dan berkesatuan, sedangkan  yang ada dan yang mungkin ada di dalam ruang adalah diaksimakan menjadi n menuju tak hingga. Jadi ruang dan waktunya digunakan untuk beribadah. Merefleksikan ruang dan waktu dengan berintuisi.